Oleh:
Kelompok 03
Abdul Rahman Hasan
Baharuddin
Irmawati Supian
Darul Irsyad Chairan
Shinta Febriani Regina N.
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASAAR
2015
1. PENDAHULUAN
1. Pengertian Ideologi
1. Pengertian Ideologi
Apakah ideologi itu? Ada beberapa
definisi dan pendapat tentang ideologi. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu,
1996:525) mengartikan ideologi sebagai paham, haluan, dan ajaran. Menurut Noer
Sutrisno, ideologi dimaknai sebagai gabungan antara pandangan hidup yang
merupakan nilai-nilai yang telah mengkristal dari suatu bangsa serta dasar
negara yang memiliki nilai-nilai falsafah yang menjadi pedoman hidup suatu
bangsa. Ideologi juga diartikan sebagai hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka, terdapat
suatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarakat negara.
Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun
juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya.
Mubyarto dalam buku kumpulan tulisan
Pancasila sebagai Ideologi (1991: 239), memberikan definisi ideologi sebagai
sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau
satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk
mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu.
Dalam buku yang sama, Soerjanto
Puspowardoyo (1991 : 44), mengemukakan bahwa terdapat dua acuan tentang
ideologi dengan isi yang berbeda, bahkan bertentangan. Yang satu dalam
pengertian negatif dan yang lain dalam pengertian positif. Ideologi yang
ditangkap dalam pengertian negatif, karena dikonotasikan dengan sifat
totaliter, yaitu memuat pandangan dan nilai yang menentukan seluruh seluruh
segi kehidupan manusia secara total, serta secara mutlak menuntut manusia hidup
dan bertindak sesuai dengan apa yang digariskan oleh ideologi itu sehingga
akhirnya mengingkari kebebasan pribadi manusia serta membatasi ruang geraknya.
Pengertian ideologi dalam perspektif positif menunjuk kepada keseluruhan
pandangan, cita-cita, nilai dan keyakinan yag ingin diwujudkan dalam kenyataan
hidup yang konkret. Ideologi dalam artian seperti ini sangat dibutuhkan, karena
dipandang mampu membangkitkan kesadaraan akan kemerdekaan, memberikn orientasi
mengenai dunia beserta isinya serta kaitannya, menanamkan motivasi dalam
perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan, dan selanjutnya
mewujudkannya dalam sistem dan penyelenggaraan negara.
Dalam perspektif ekonomi, dikenal
ideologi kapitalis-liberalis, komunis-sosialis, dan yang dianut Indonesia yaitu
ideologi Pancasila. Masing-masing ideologi itu akan dijelaskan secara ringkas
dalam paparan berikut ini, membandingkan satu dengan lainnya, dan dijelaskan
pula keterkaitan ideologi Pancasila yang khas Indonesia dengan Ekonomi
Kerayatan yang dilaksanakan di negeri ini.
2.
Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Dalam wacana teori ekonomi, istilah ekonomi
kerakyatan memang tidak dapat ditemukan. Hal ini dikarenakan ekonomi kerakyatan
merupakan sebuah pengertian, bukan merupakan turunan dari suatu mashab atau
school of tought tertentu melainkan suatu konstruksi pengalaman dari realita
ekonomi yang umum terdapat di negara berkembang
Ekonomi kerakyatan dimaknai sebagai
sistem ekonomi partisipatif yang memberikan akses sebesar-besarnya secara adil
dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dalam proses produksi,
distribusi, dan konsumsi nasional serta meningkatnya kapasitas dan pemberdayaan
masyarakat maupun dalam suatu mekanisme penyelenggaraan yang senantiasa
memperhatiakan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung
kehidupan guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
secara berkelanjutan.
Pengertian Ekonomi Kerakyatan yang
panjang di atas, dapat dipaparkan sejumlah kriteria ekonomi kerakyatan sbb. :
1)
Ekonomi kerakyatan adalah watak atau tatanan ekonomi
rakyat, sama halnya dengan ekonomi kapitalis atau ekonomi sosialis komunis adalah
watak atau tatanan ekonomi
2)
Ekonomi kerakyatan adalah watak atau tatanan ekonomi
dimana pemilikan asset ekonomi harus didistribusikan kepada sebanyak-banyaknya
warga negara
3)
Dalam kondisi pemilikan asset ekonomi yang tidak adil
dan merata, maka pasar akan selalu mengalami kegagalan, tidak akan dapat
dicapai efisiensi yang optimal dalam perekonomian termasuk tidak akan ada
invisible hand yang dapat mengatur keadilan dan kesejahteraan.
Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu
ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara,
sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang
umumnya hidup di pedesaan. Prof. Sarbini Sumawinata, Guru Besar Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, memberikan pengertian Ekonomi Kerakyatan sebagai
suatu konsep strategi pembangunan dalam konteks Indonesia. Inti konsep ini
adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang
mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan melalui
penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan rakyat kecil.
Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara atau
pemerintah. Hal ini, kata Prof. Sarbini, dilakukan melalui alokasi anggaran
khusus dan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan
hambatan yang merintangi produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem
kapitalisme pasar bebas dan monopoli korporasi.
Menurut Mubyarto, ekonomi rakyat atau ekonomi
kerakyatan mempunyai cirri-ciri sbb.:
1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar.
2. Dikelola dengan cara-cara swadaya.
3. Bersifat mandiri sebagai cirri khasnya
4. Tidak ada buruh, tidak ada majikan.
5. Tidak mengejar kreuntungan.
1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar.
2. Dikelola dengan cara-cara swadaya.
3. Bersifat mandiri sebagai cirri khasnya
4. Tidak ada buruh, tidak ada majikan.
5. Tidak mengejar kreuntungan.
Menurut Cornelis Rintuh dan Miar
(2005), ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk memenuhi
segala kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan
kesehatan. Dengan perkataan lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh rakyat dengan cara swadaya mengelola sumber daya apa saja yang
dapat dikuasainya, setempat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
beserta keluarganya.
Selanjutnya dikatakan bahwa, system
ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat.
Ekonomi kerakyatan adalah istilah yang relative baru, yang dipopulerkan untuk
“menggantikan” istilah ekonomi rakyat yang konotasinya dianggap negative dan
bersifat “diskriminatif”. Negatif, karena didikotomikan atau dilawankan dengan
ekonomi konglomerat, dan diskriminatif didesain untuk terang-terangan memihak
pada salah satu sector atau strata ekonomi tertentu, yaitu golongan ekonomi lemah
(GEL) atau rakyat kecil.
II. TINJAUAN IDEOLOGIS SISTEM EKONOMI
II. TINJAUAN IDEOLOGIS SISTEM EKONOMI
1. Ideologi
dalam Sistem Ekonomi
Sebagai tinjauan awal, perlu
dipetakan terlebih dahulu secara ideologis perbedaan antara berbagai ideologi,
diantaranya Liberalisme, Sosialisme, Kapitalisme, dan Komunisme, sebelum
meninjau lebih jauh mengenai ideologi Pancasila dalam kaitannya dengan Ekonomi
Kerakyatan.
Liberalisme dan Sosialisme dibedakan
menurut ada-tidaknya peran negara dalam kebijakan ekonomi. Liberalisme
menginginkan lepasnya peran negara dalam kebijakan ekonomi dan menyerahkan
kepada mekanisme pasar. Sosialisme sebaliknya, kebijakan ekonomi sepenuhnya
dilakukan oleh negara. Kapitalisme dan Komunisme dibedakan menurut kepemilikan.
Kapitalisme mengakui kepemilikan individu, komunisme meniadakan kepemilikan
individu.
Merunut sejarahnya, sosialisme
diajukan oleh Karl Marx sebagai antitesis terhadap liberalisme yang
menginginkan peran negara tidak ada dan melepas seluruh kekuatan dan kemampuan
ekonomi kepada mekanisme pasar. Maka, dalam sosialisme, negara wajib mengambil
peran penuh dalam kebijakan ekonomi. Jika pahan sosialisme ini dikaitkan dengan
komunisme, maka tidak hanya peran penuh/dominasi negara dalam mengatur
kebijakan ekonomi, namun kepemilikan individu pun tidak diakui. Yang ada dan
diakui adalah kepemilikan negara.
Akan tetapi alur pikir dalam
perspektif keilmuan di atas, senyatanya tidak memungkinkan untuk terwujud.
Logical approach yang dikedepankan oleh Karl Marx adalah membangun konsep
sosialisme-komunisme sebagai antitesis liberalisme-kapitalisme. Tesis tertinggi
Marx tentang sosialisme adalah tercipta suatu masyarakat tanpa kelas dan tanpa
negara. Masalahnya, bagaimana mungkin menciptakan dan menempatkan negara untuk
mengambil peran penuh dalam kebijakan ekonomi dan kepemiliki, jika negara itu
sendiri tidak penah ada.
Selanjutnya, bagaimana dengan alur
pikir keilmuan ideologi Liberalisme-Kapitalisme? Teori Liberalisme klasik
dikemukakan pertama kalinya oleh Adam Smith, yang kemudian Neo-Liberal yang
dikemukakan oleh Meichael Kinsley cs. Liberalisme menghendaki terwujudnya free
market dan free trade secara absolut. Kemampuan mekanisme pasar dan kedaulatan
interaksi individu mengedepankan dan dianggap sebagai kondisi yang paling
ideal. Dalam hal ini, negara hanya mengambil peran sebagai penonton pasif
(watching dog).
Jika paham liberalisme ini dikaitkan
dengan kapitalisme, maka yang diakui hanya kepemilikan individu, tidak ada
kepemilikan negara atau masyarakat. Diinginkan peran penuh atau dominasi pasar
melalui kompetisi para pelaku ekonomi yang paling ideal dijalankan, tanpa
campur tangan negara/pemerintah yang dianggap distorsif. Pada kenyataannya,
adakah kebebasan pasar yang benar-benar absolut itu? Tidak ada, bukan? Oleh
karena itu, sesungguhnya, dalam implementasi adalah nonses menerapkan konsep
murni liberalisme-kapitalisme. Dari sisi sosial politik dan economic
performance, setiap negara atau pemerintah memiliki kepentingan untuk memformat
kebijakan ekonomi sebagai wujud achievement pada setiap periode pemerintahan
tersebut.
Contoh konkretnya, Amerika Serikat
yang dikenal sebagai negara Liberal-Kapitalis pun, sebenarnya tidak menjalankan
teori Liberalisme itu secara murni. Dua kekuatan utama, Republik dan Demokrat,
hanya bergantian mengambil kebijakan makro ekonomi dengan pendekatan supply
side (Reagenomics) atau demand side (Keynesian). Pemerintah tetap ikut campur
tangan dalam mengatur kebijakan ekonomi, baik dalam maupun luar negeri.
Masalahnya adalah, dunia tidak hanya
terdiri atas satu negara. Oleh karena itu, setiap negara memiliki
kepentingannya masing-masing, baik di tingkat nasional, regional maupun global.
Berdasarkan kepentingan masing-masing negara inilah yang menyebabkan pemerintah
setiap negara masuk untuk menetapkan dan mengatur kebijakan ekonomi untuk
kepentingan nasionalnya.
2. Sistem
Ekonomi : Antara Pertumbuhan dan Pemerataan
Bagi
negara-negara liberalis, tujuan perekonomian nasional adalah mencapai tingkat
pertumbuhan (growth) yang tinggi. Secara teoritis, mekanisme ideal untuk
pencapaiannya adalah melalui mekanisme pasar dengan paradigma free market and
free trade. Konstruksi yang dibangun dalam mekanisme pasar murni adalah dengan
mengedepankan metode “free entry and free exit, sehingga para pelaku ekonomi
akan tersaring secara alamiah melalui free competition dengan landasan kekuatan
“comparative advantage dan competitive advantage. Dalam konstruksi ini,
pemerintah mengambil posisi pasif, sama sekali tidak melakukan campur tangan
atau intervensi terhadap pasar, hanya mengawasi dan memfasilitasi sesuai
kebutuhan pasar.
Tujuan
perekonomian nasional bagi negara-negara sosialis adalah mencapai pemerataan
tingkat kehidupan dan ksejahteraan masyarakat. Untuk membangun konstruksi
perekonomian yang semata-mata mengedepankan pemerataan, kontribusi dan
intervensi pemerintah sangat diperlukan, bahkan pemerintah harus mengambil
posisi sebagai regulator yang secara dominant mengatur dan menetapkan seluruh
kebijakan ekonomi yang dibutuhkan dan dianggap baik untuk mencapai tujuan
pemerataan, kebijakan-kebijakan yang harus diikuti dan ditaati oleh seluruh
pelaku ekonomi.
Ekonomi
Kerakyatan tidak hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat
pertumbuhan yang tinggi, juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua
sisi harus terbangun dalam keseimbangan (balance). Dengan kata lain, ekonomi
kerakyatan tidak membiarkan ekonomi dilepas begitu saja kepada kekuatan pasar
dengan persaingan bebasnya, tetapi pengambil kebijakan dapat melakukan
intervensi secara proporsional, sesuai dengan kondisi dan perkembangan
kebutuhan seluruh bangsa serta kepentingan nasional. Disini, tetap diberikan
kesempatan yang adil bagi kreativitas, kompetisi dan kemampuan para pelaku
ekonomi untuk berinteraksi dalam siklus ekonomi untuk kepentingan pembangunan
bangsa.
Hal-hal
negatif yang dihindari dalam sistem ekonomi kerakyatan, antara lain sistem
free-fight liberism yang menumbuhkan ekploitasi terhadap manusia dan bangsa
lain. Sistem etatisme juga dihindari, mengingat dalam sistem ini negara atau
pemerintah bersifat sangat dominan sehingga mematikan potensi dan daya kreasi
unit-unit ekonomi masyarakat. Di samping itu, dalam ekonomi kerakyatan juga
dihindari pemusatan ekonomi pada kekuatan satu kelompok tertentu saja
(monopoli) yang merugikan masyarakat.
III. EKONOMI
KERAKYATAN INDONESIA
1. Pendekatan
Filosofis
Dasar falsafah negara Indonesia,
Pancasila menjadi dasar bagi seluruh peri kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada sila kelima disebutkan bahwa “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” Ini dapat dimaknai, bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh
keadilan dalam segala bidang, terutama keadilan di bidang ekonomi.
Selanjutnya, dalam Pembukaan
Undang-Undang dasar 1945 disebutkan tujuan “…. mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.” Hal-hal di atas dengan jelas menunjukkan betapa para founding
fathers negeri ini sudah meletakkan dasar bagi negeri ini, termasuk dalam hal
ekonomi.
Konstitusi negara yang berkaitan
dengan konsep dasar sistem perekonomian nasional sesungguhnya tidak hanya
digunakan sebagai landasan kerangka pikir dalam menetapkan paradigma sistem
ekonomi bangsa, namun jika mau menyelami lebih dalam, terkandung pesan
filosofis dan moral yang menjunjung tinggi kepentingan keselamatan bangsa demi
tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dalam arti yang sebenarnya.
Pasal 33 UUD 1945, di dalamnya bukan hanya termuat fungsi dan peran negara
negara untuk mewujudkan kemakmuran bangsa, namun terlebih kewajiban untuk
menjaga kedaulatan bangsa dan negara secara utuh.
Mubyarto mengembangkan pemikiran
bahwa ekonomi Indonesia atau perekonomian Indonesia mempunyai sistem dan moral
tersendiri yang bisa dikenali. Sifat-siat sistem dan moral ekonomi Indonesia
itu memang telah melandasi atau menjadi pedoman aneka prilaku perorangan,
kelompok-kelompok dalam masyarakat, pengusaha, pemerintah dan negara. Sistem
dan moral dimaksud bersumber dari ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Kelima sila dalam Pancasila menggambarkan secara utuh semangat kekeluargaan
(gotong royong) dalam upaya mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Menurut Cornelis Rintuh dan Miar
(2005), Pancasila secara keseluruhan harus terus-menerus menjadi pedoman arah
prilaku ekonomi bangsa dan warga bangsa, dan menjiwai setiap kebijaksanaan
ekonomi. Dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, maka sistem ekonomi Indonesia hendaknya berlandaskan pada setiap
sila dari Pancasila secara utuh.
2. Pendekatan
Konstitusional
Ekonomi kerakyatan ala Indonesia
adalah model yang berpihak kepada rakyat dalam bingkai konstitusi. Para peletak
dasar negara telah memasukkan aspek ekonomi ke dalam UUD 1945, yang kemudian
lebih dilengkapi dengan amandemen oleh MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara.
Terkait dengan aspek ekonomi, di dalam Bab XIV tentang Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial pasal 33, disebutkan :
1. Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadialan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekoomi
nasional.
5. Selanjutnya,
dalam pasal 28 H ayat 4 UUD 1945 disebutkan bahwa “setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapapun”.
Dari sisi konstitusi,
melalui dua pasal tersebut di atas, ada dua hal mendasar yang perlu digaris bawahi,
yakni :
1.
Hak Kepemilikan. Setiap individu memiliki hak
sepenuhnya atas miliknya (private goods), termasuk untuk mengatur dan mengelola
hak milik itu sesuai dengan keinginannnya, termasuk dalam aktivitas ekonomi
yang ingin dilakukannya, sepanjang tidak bertentangan dengan hak-hak individu
lain dan kepentingan umum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Hak, Kewajiban dan Kewenangan Negara. Negara harus tetap
menghormati hak-hak individual rakyat dalam batasan-batasan tertentu yang tidak
menyangkut atau bersinggungan dengan kepentingan hayat hidup orang banyak.
Sedangkan, sektor-sektor usaha yang terpenting bagi negara (primary sector) dan
yang menyangkut kebutuhan dan kepentingan seluruh rakyat harus dikuasai dan
dikelola oleh negara. Disebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
IV. KESIMPULAN
Ideologi didefinisikan sebagai sejumlah
doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa
yang menjadi pegangan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Dalam
perspektif ekonomi, dikenal ideologi kapitalis-liberalis, komunis-sosialis, dan
yang dianut Indonesia yaitu ideologi Pancasila.
Liberalisme
dan Sosialisme dibedakan menurut ada-tidaknya peran negara dalam kebijakan
ekonomi. Liberalisme menginginkan lepasnya peran negara dalam kebijakan ekonomi
dan menyerahkan kepada mekanisme pasar. Sosialisme sebaliknya, kebijakan
ekonomi sepenuhnya dilakukan oleh negara. Kapitalisme dan Komunisme dibedakan
menurut kepemilikan. Kapitalisme mengakui kepemilikan individu, komunisme
meniadakan kepemilikan individu.
Ekonomi
Kerakyatan tidak hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat
pertumbuhan yang tinggi, juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua
sisi harus terbangun dalam keseimbangan (balance). Ekonomi Kerakyatan tidak
hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi,
juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua sisi harus terbangun dalam
keseimbangan (balance).
Konstitusi
negara yang berkaitan dengan konsep dasar sistem perekonomian nasional
sesungguhnya tidak hanya digunakan sebagai landasan kerangka pikir dalam
menetapkan paradigma sistem ekonomi bangsa, namun jika mau menyelami lebih
dalam, terkandung pesan filosofis dan moral yang menjunjung tinggi kepentingan
keselamatan bangsa demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dalam
arti yang sebenarnya. Dalam konstitusi, ada dua hal yang mendapat perhatikan
dalam kaitannya dengan Ekonomi Kerakyatan, yaitu Hak Kepemilikan dan Hak,
Kewajiban dan Kewenangan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Murjana
Yasa, 2010. Materi Kuliah Ekonomi Kerakyatan, Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas
Udayana, Denpasar.
Undang-Undang
Dasar 1945, Lembaga Informasi Nasional, 2002.
http://www.unisosdem.org/D.
Lazwanti,. Tinjauan Ideologis: Liberal, Sosialis dan Ekonomi Kerakyatan
Indonesia (Makalah), 2009.
http://www.
indoskripsi. com/ Noer Soetrisno, 2007. Etika sebagai Landasan Moral Pengembangan
Kelembagaan Ekonomi. 2007.
http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/tentangkami.htm/Pusat
Studi Ekonomi Kerakyatan UGM.
Pancasila
sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan
Bernegara, Departemen Penerangan RI, 1991
Badudu J.S.
et al, 1996. Kamus Umum Bahasa Indoneia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
http://www.
majalah.tempointeraktif.com/ Ekonomi Kerakyatan.
Cornelis
Rintuh et al, 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat (Edisi Pertama),
BPFE-Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar