Sabtu, 03 Mei 2014

SEJARAH FILSAFAT BARAT

 Sejarah filsafat Barat
Sejarah filsafat Barat dibagi dalam empat periode besar:
I. Jaman Kuno
1. Permulaan: Filsafat Pra-Sokrates di Yunani
Sejarah filsafat Barat mulai Milete, di Asia kecil, sekitar tahun 600 S.M. Pada waktu itu Milete merupakan kota yang penting, di mana banyak jalur perdagangan bertemu di Mesir, Itali, Yunani dan Asia. Juga banyak ide bertemu di sini, sehingga Milete juga menjadi suatu pusat intelektual. Pemikir-pemikir besar di Milete lebih-lebih menyibukkan diri dengan filsafat alam. Mereka mencari suatu unsur induk (“archè”) yang dapat dianggap sebagai asal segala sesuatu. Menurut Thales (± 600 S.M.) air-lah yang merupakan unsur induk ini. Menurut Anaximander (± 610-540 S.M.), segala sesuatu berasal dari “yang tak terbatas”, dan menurut Anaximenes (± 585-525 S.M.) udara-lah yang merupakan unsur induk segala sesuatu. Pythagoras (± 500 S.M.) yang mengajar di Itali Selatan, adalah orang pertama yang menamai diri “filsuf”. Ia memimpin suatu sekolah filsafat yang kelihatannya sebagai suatu biara di bawah perlindungan dari dewa Apollo. Sekolah Pythagoras sangat penting untuk perkembangan matematika. Ajaran falsafinya mengatakan antara lain bahwa segala sesuatu terdiri dari “bilangan-bilangan”: struktur dasar kenyataan itu “ritme”.
Dua nama lain yang penting dari periode ini adalah Herakleitos (± 500 S.M.) dan Parmenides (515-440 S.M.). Herakleitos mengajarkan bahwa segala sesuatu “mengalir” (“panta rhei”): segala sesuatu berubah terus-menerus seperti air dalam sungai. Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru memang tidak berubah. Segala sesuatu yang betul-betul ada, itu kesatuan mutlak yang abadi dan tak terbagikan.
2. Puncak Jaman Klasik: Sokrates, Plato, Aristoteles
Puncak filsafat Yunani dicapai pada Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates (± 470-400 S.M.), guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain, terutama melalui karya Plato. Plato (428-348 S.M.) menggambarkan Sokrates sebagai seorang alim yang mengajar bagaimana manusia dapat menjadi berbahagia berkat pengetahuan tentang apa yang baik.
Plato sendiri menentukan, bersama Aristoteles, bagi sebagian besar dari seluruh sejarah filsafat Barat selama lebih dari dua ribu tahun. Dunia yang kelihatan, menurut Plato, hanya merupakan bayangan dari dunia yang sungguh-sungguh, yaitu dunia ide-ide yang abadi. Jiwa manusia berasal dari dunia ide-ide. Jiwa di dunia ini terkurung di dalam tubuh. Keadaan ini berarti keterasingan. Jiwa kita rindu untuk kembali ke “surga ide-ide”. Kalau jiwa “mengetahui” sesuatu, pengetahuan ini memang bersifat “ingatan”. Jiwa pernah berdiam dalam kebenaran dunia ide-ide, dan oleh karena itu pengetahuan mungkin sebagai hasil “mengingat”.
1. Filsafat Plato merupakan perdamaian antara ajaran Parmenides dan ajaran Herakleitos. Dalam dunia ide-ide segala sesuatu abadi, dalam dunia yang kelihatan, dunia kita yang tidak sempurna, segala sesuatu mengalami perubahan. Filsafat Plato, yang lebih bersifat khayal daripada suatu sistem pengetahuan, sangat dalam dan sangat luas dan meliputi logika, epistemolgi, antropologi, teologi, etika, politik, ontologi, filsafat alam dan estetika.
Aristoteles (384-322 S.M.), pendidik Iskandar Agung, adalah murid Plato. Tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak dalam suatu “surga” di atas dunia ini, melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (“hylè”) dan bentuk (“morfè”). Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi. Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam.
2. Helenisme
Iskandar Agung mendirikan kerajaan raksasa, dari India Barat sampai Yunani dan Mesir. Kebudayaan Yunani yang membanjiri kerajaan ini disebut Hellenisme (dari kata “Hellas”, “Yunani”). Helenisme yang masih berlangsung juga selama kerajaan Romawi, mempunyai pusat intelektualnya di tiga kota besar: Athena, Alexandria (di Mesir) dan Antiochia (di Syria). Tiga aliran filsafat yang menonjol dalam jaman Helenisme, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme.
Stoisisme (diajar oleh a.l. Zeno dari Kition, 333-262 S.M.) terutama terkenal karena etikanya. Etika Stoisisme mengajarkan bahwa manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai dengan akal budinya. Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia bertindak secara rasional, kalau ia tidak dikuasai lagi oleh perasaan-perasaannya, maka ia bebas berkat ketenangan batin yang oleh Stoisisme disebut “apatheia”.
Epikurisme (dari Epikuros, 341-270 S.M) juga terkenal karena etikanya. Epikurisme mengajar bahwa manusia harus mencari kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya. Karena “kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita”. Manusia harus bijaksana. Dengan cara ini ia akan memperoleh kebebasan batin.
Neo-platonisme. Seorang filsuf Mesir, Plotinos (205-270 M.), mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan yang kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan suatu proses “emanasi” (“pendleweran”) yang berasal dari Yang Esa dan yang kembali ke Yang Esa, berkat “eros”: kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dari segala sesuatu.
3. Jaman Patristik dan Skolastik
. Jaman Patristik, atau pemikiran para Bapa Gereja
Patristik (dari kata Latin “Patres”, “Bapa-bapa Gereja”) dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Tokoh-tokoh dari Patristik Yunani antara lain Clemens dari Aleksandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianze (330-390), Basillus (330-379), Gregorius dari Nizza (335-394) dan Dionysios Areopagita (± 500). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin terutama Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430).
Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja menunjukkan pengaruh Plotinos. Mereka berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Mereka berhasil membela ajaran Kristiani terhadap tuduhan dari pemikir-pemikir kafir. Tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja merupakan suatu sumber yang kaya dan luas ynng sekarang masih tetap memberi inspirasi baru.
5. Jaman Skolastik
Sekitar tahun 1000 peranan Plotinos diambil alih oleh Aristoteles. Aristoteles menjadi terkenal kembali melalui beberapa filsuf Islam dan Yahudi, terutama melalui Avicena (Ibn sina, 980-1037), Averroes (Ibn Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles lama-kelamaan begitu besar sehingga ia disebut “Sang Filsuf”, sedangkan Averroes disebut “Sang komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan banyak filsuf penting. Mereka sebagian besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir dalam Abad Pertengahan, yaitu para Dominikan dan Fransiskan.
Filsafat mereka disebut Skolastik (dari kata Latin, “scholasticus”, “guru”). Karena, dalam periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat internasional. Tokoh-tokoh dari Skolastik itu lebih-lebih Albertus Magnus O.P. (1220-1280), Thomas Aquinas O.P. (1225-1274), Bonaventura O.F.M. (1217-1274) dan Yohanes Duns Scotus O.F.M. (1266-1308). Tema-tema pokok dari ajaran mereka itu: hubungan iman-akal budi, adanya dan hakikat Tuhan, antropologi, etika dan politik. Ajaran skolastik dengan sangat bagus diungkapkan dalam pusisi Dante Alighieri (1265-1321).
III. Jaman modern
1. Jaman Renaissance
Jembatan antara Abad Pertengahan dan Jaman Modern, periode antara sekitar 1400 dan 1600, disebut quot;renaissance” (jaman “kelahiran kembali”). Dalam jaman renaissance, kebudayaan klasik dihidupkan kembali. Kesusasteraan, seni dan filsafat mencapi inspirasi mereka dalam warisan Yunani-Romawi. Filsuf-filsuf terpenting dari rainassance itu adalah Nicollo Macchiavelli (1469-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), Thomas More (1478-1535) dan Francis Bacon (1561-1626).
Pembaharuan terpenting yang kelihatan dalam filsafat renaissance itu “antroposentris”-nya. Pusat perhatian pemikiran itu tidak lagi kosmos, seperti dalam jaman kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad Pertengahan, melainkan manusia. Mulai sekarang manusia-lah yang dianggap sebagai titik fokus dari kenyataan.
3. Jaman Barok
Filsuf-filsuf dari Jaman Barok: René Descartes (1596-1650), Barukh de Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Leibniz (1646-1710). Filsuf-filsuf ini menekankan kemungkinan-kemungkinan akal budi (“ratio”) manusia. Mereka semua juga ahli dalam bidang matematika, dan mereka semua menyusun suatu sistem filsafat dengan menggunakan metode matematika.
4. Jaman Fajar Budi
Abad kedelapan belas memperlihatkan perkembangan baru lagi. Setelah reformasi, setelah renaissance dan setelah rasionalisme dari Jaman Barok, manusia sekarang dianggap “dewasa”. Periode ini dalam sejarah Barat disebut “Jaman Pencerahan” atau “Fajar Budi” (dalam bahasa Inggris, “Enlightenment”, dalam bahasa Jerman, “Aufkl&0228;rung”). Filsuf-filsuf besar dari jaman ini di Inggris “empirikus-empirikus” seperti John Locke (1632-1704), George Berkeley (1684-1753) dan David Hume (1711-1776). Di Perancis Jean Jacque Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804), yang menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme dan yang dianggap sebagai filsuf terpenting dari jaman modern.
5. Jaman Romantik
Filsuf-filsuf besar dari Romantik lebih-lebih berasal dari Jerman, yaitu J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan G.W.F. Hegel (1770-1831). Aliran yang diwakili oleh ketiga filsuf ini disebut “idealisme”. Dengan idealisme di sini dimaksudkan bahwa mereka memprioritaskan ide-ide, berlawanan dengan “materialisme” yang memprioritaskan dunia material. Yang terpenting dari para idealis kedua puluh harus dianggap sebagai lanjutan dari filsafat Hegel, atau justru sebagai reaksi terhadap filsafat Hegel.
IV. Masa Kini
Dalam abad ketujuh belas dan kedelapan belas sejarah filsafat Barat memperlihatkan aliran-aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama dalam wilayah-wilayah yang luas, yaitu rasionalisme, empirisme dan idealisme. Dibandingkan dengan itu, filsafat Barat dalam abad kesembilan belas dan kedua puluh kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam aliran baru muncul, dan aliran-aliran ini sering terikat pada hanya satu negara atau satu lingkungan bahasa.
Aliran-aliran yang paling berpengaruh yaitu positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neo-kantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Tentang aliran-aliran dalam filsafat dibahas secara khusus di dalam submenu Aliran. Pada waktunya, ketujuh aliran yang berpengaruh tadi juga akan kita teliti satu persatu, karena rencananya materi halaman ini akan senantiasa diperbarui secara rutin. Sekarang ini hanya disajikan suatu pengenalan saja.
Aliran-aliran paling baru
Pada sekarang ini ada dua aliran filsafat yang mempunyai peranan besar, tetapi yang belum dapat dianggap sebagai aliran yang “membuat sejarah”, karena mereka masih terlalu baru. Kedua aliran ini adalah filsafat analitis dan strukturalisme.
• Filsafat analitis merupakan aliran terpenting di Inggris dan Amerika Serikat, sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analitis (yang juga disebut analitic philosophy dan linguistic philosophy) menyibukkan diri dengan analisis bahasa dan analisis konsep-konsep. Analisis ini dianggap sebagai “terapi”: menurut filsuf-filsuf analitis, banyak soal falsafi (dan juga soal teologis dan ilmiah) dapat “sembuh” kalau, berkat analisis bahasa, bisa ditunjukkan bahwa soal-soal ini hanya diciptakan oleh pemakaian yang tidak sehat dari bahasa. Filsafat analitis sangat dipengaruhi oleh L. Wittgenstein
• Strukturalisme berkembang di Perancis, lebih-lebih sejak tahun 1960. Strukturalisme merupakan suatu sekolah dalam filsafat, linguistik, psikiatri, fenomenologi agama, ekonomi dan politikologi. Sturukturalisme menyelidiki “patterns” (pola-pola dasar yang tetap) dalam bahasa-bahasa, agama-agama, sistem-sistem ekonomi dan politik, dan dalam karya-karya kesusasteraan. Tokoh-tokoh terkenal dari strukturalisme antara lain Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan Michel Foucault
Akhirnya, dalam sejarah filsafat kita bertemu dengan hasil penyelidikan semua cabang filsafat. Sejarah filsafat mengajarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemikir-pemikir besar, tema-tema yang dianggap paling penting dalam periode-periode tertentu, dan aliran-aliran besar yang menguasai pemikiran selama suatu jaman atau di suatu bagian dunia tertentu. Cara berpikir tentang manusia, tentang asal dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang kebebasan dan cinta, tentang yang baik dan yang jahat, tentang materi dan jiwa, alam dan sejarah. Tetapi ada banyak pertanyaan dan jawaban yang selalu kembali, di segala jaman dan di semua sudut dunia. Oleh karena itu sejarah filsafat sesuatu yang sangat penting. Karena dalam sejarah filsafat seakan-akan suatu dialog antara orang dari semua jaman dan kebudayaan tentang pertanyaan-pertanyaan yang paling penting.

Jumat, 02 Mei 2014

KONSEP DASAR DAN SEJARAH PLS

Konsep Dasar dan Sejarah PLS

     PLS bukan barang baru dalam peradaban manusia, karena kehadirannya jauh lebih tua dibandingkan dengan pendidikan sekolah atau formal. PLS memiliki azas yaitu ” LIFE LONG EDUCATION” yang artinya Bahwa sistem PLS telah digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik dinegara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Konsep PLS muncul atas dasar hasil pengamatan manusia dan pengalaman, kemudian di bentuk sehingga nampak perbedaan ciri antara PLS dan Pendidikan Sekolah. Salah seorang pakar atau ahli mengatakan Phillips H Combs, PLS adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan diluar sistem pendidikan sekolah untuk memberi pelayanan kepada sasaran didik dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PLS adalah setiap usaha sadar dan terorganisasi diluar kegiatan pendidikan persekolahan yang isi kegiatannya berkenaan dengan peninggkatan keterampilan, perluasan wawasan dan kesejahteraan keluarga dengan melalui berbagai pendidikan seperti, Pendidikan masyarakat, Pembinaan Generasi Muda, Pemberdayaan Perempuan. Selain itu PLS juga memiliki berbagai fungsi yaitu,
1.       Sebagai kekuatan untuk meotivasi peserta didik melakukan kegiatan belajar berdasarkan dorongan dari dirinya sendiri, tumbuhnya kesadaran, minat dan semangat untuk belajar secara berkesinambungan atau belajar sepangjang hayat.
2.       Untuk memperoleh, memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan aspirasi yang telah dimiliki akibat terjadinya perubahan.
3.       PLS sebagai wadah untuk membelajarkan masyarakat agar tiap individu mampu  mengembangkan potensi dirinya, sehingga terwujud masyarakat gemar belajar
4.       PLS merupaka prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia, agar manusia melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
5.       Pendidikan hanya berakhir bila manusia telah eninggal dunia
6.       PLS membelajarkan masyarakat, kapan saja dan dimana saja agar warga masyarakat mampu memelihara dan mamanfaatkan nilai baru yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
      Selain fungsi PLS juga memiliki tujuan yaitu,
1.       Kesejahteraan hidup dengan penekanan pada pertumbuhan, pemeliharaan, dan perawatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.
2.       Transmisi kebudayaan yang penekanannya pada aspek pengetahuan, sikap, keterampilan bekerja, berkomunikasi, berorganisasi dan bermasyrakat.
3.       Sikap maju dan dinamis yang diarahkan pada kreatifitas dalam pemecahan masalah praktis untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Populasi dan sasaran PLS dapat ditinjau atas:
1.       Berdasarkan usia
  1.   Usia prasekolah (0-6 tahun atau usia TK). Upaya pelayana pendidikan pada usia ini antara lain: play group, taman penititpan anak, atau bentuk lain sederajtnya.
  2.   Usia pendidkan dasar (7-15 tahun atau usia SD-SMP). Masih terdapat 3,00 % anak usia 7-15 tahun yang tidak dapat tertampung pada pendidikan fomal sehingga sasaran kelompok usia ini dapat dilayani melalui program-program PLS.
  3.   Usia pendidikan menengah (16-18 tahun atau usia SMA/SMK/MA). Tidak semua kelompok usia ini dapat menikmati pendidikan dan tidak selalu pendidikan sekolah dirancang untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja.
  4.  Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun usia perguruan tinggi), Gogolngan usia ini berada diluar sekolah, jauh lebih besar dari erka yang berada dalam perguruan tinggi dan umunya mereka belum bekerja. Untuk mempersiapkan mereka menjadi tenaga kerja yang produktif, maka diperlukan layanan program PLS.
  5. Usia 25 tahun keatas, Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, senantiasa memerlukan penyesuaian-penyesuaian, mereka yang telah bekerja dan memerlukan penyesuaian, dapat dilakukan melalui pelayanan program-program PLS.

2.       Berdasarkan jenis kalamin
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin wanita atau perempuan lebih banyak dari pria atau laki-laki dan partisipasi wanita terhitung masih rendah dalam peningkatan produksi atau dalam pendidikan sosial ekonomi yang dilaksanakan bersama pria. Program PLS sangat berperan dalam kegiatan program PKK, KB termasuk pengetahuan merawat bayi, pemeliharaan kesehatan fisik, dan gizi.
3.       Berdasakan lingkungan hidup
a)                   Masayarakat pedesaan
Untuk mencegah terjadinya urbanisasi, program PLS harus dirancang agar mampu meningkatkan keterampilan masyarakat guna memanfaatkan dan mendayagunakan potensi lingkungan untuk membangun desanya.
b)                  Masayarakat perkotaan
Munculnya lapangan kerja baru sebagai akibat perkembgangan teknologi, membutuhkan tenaga kerja yang memilki pengetahuan baru dan keterampialn baru. Untuk merekrut tenaga kerja yang memenuhi persyaratan dalam waktu yang relatif singkat, diperlukan latihan-latihan melalui jasa pelayanan PLS.
c)                   Masayarakat daerah terpencil
Tingkat pendidikan dan kebudayaan mereka jauh tertinggal dibandingkan masyarakat yang berdiam didaerah arus lalu lintas budaya. Agar mereka ikut serta berperan dalam pembangunan, diperlukan jasa pelayanan PLS.
d)                  Berdasarkan kekhususan
                                                        I.            Warga masyarakat yang disebabkan oleh sesuatu hal seperti anak terlantar, yatim piatu.
                                                     II.            Warga masyarakat yang mengalami penyimpangan sosial dan emosional seperti anak nakal, WTS, korban narkotika.
                                                   III.            Warga masyarakat yang mengalami kecacatan, misalnya; tuna netra, tuna daksa, tuna runngu, tuna mental.
                                                   IV.            Warga masyarakat yang kerena berbagai sebab (sosial, ekonomi, geografis) tidak dapat mengikuti program pendidikan sekolah.
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAL LUAR SEKOLAH
·         ASAL USUL PLS
Kelahiran pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh:
                                I.            Pendidikan dalam keluarga
*      Dalam kehidupan kaluarga terjadi interaksi antar anggota keluarga melalui asuhan dan bimbingan. Kegiatan inilah yang menjadi akar tumbuhnya perbuatan mendidik.
*      Keluaga-keluarga ini membentuk pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal atau keturunan mereka.
*      Kelompok-kelompok mengadopsi pola-pola transmisi yang dilakukan kedalam kehidupan kelompok misalnya: keterampialn bercocok tanam, pandai besi yang diperoleh anak-anaknya melalui kegiatan belajar sambil bekerja.
*      Kegiatan belajar yang asli  (indigenous) yang merupakan pendidikan tradisional, yang kemudian menjadi akar pertumbuhan PLS. Inilah awal kehadiran PLS, tumbuh dari tradisi yang dianut oleh masyarakat.
                              II.            Pengaruh tradisi masyarakat
                           III.            Pengaruh agama
·         Faktor pendukung perkembangan PLS
·         Para praktisi masyarakat
Hal ini ditandai dengan keterlibatan warga masyarakat yang secara sukarelawan melakukan kegiatan pendidikan dalam upaya membantu masyarakat seperti dalam bidang kesehatan, bidang ekonomi, kesenian, olah raga, keterampilan produktif.
·         Para kritikus tentang kelemahan pendidikan sekolah
1)      kelemahan pendidikan sekolah ditandai dengan berkembangnya kritik-kritik terhadap pendidikan sekolah yang dianggap kurang berhasil memecahkan masalah-masalah pendidikan
2)      banyaknya tamatan sekoalah menjadi pengangguran atau tidak bekerja karena pengetahuan yang dimilikinya tidak dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah karena kurang relevan dengan kebutuhan hidup, kurang mengandung nilai praktis dan fungsional
3)      segi integritas pendidikan (Michiya Shimbory) menanggapi sistem pendidikan bahwa pendidikan hanya mengutamakan sertifikat formal. Makna pendidikan yang sebenarnya terabaikan sementara fungsi simbolik dilebih-lebihkan. Orang tua tidak mengetahui isi pendidikan. Pendidikan sekolah adalah desintegrasi dari hidup itu sendiri.
4)      Keterbatasan sekolah adalah terbatas dalam hal Waktu, Ruangan, Fleksibilitas dan Isi
·         Kelemahan-kelemahan pendidikan sekolah
                                                 i.              Kecenderungan menyeleksi
                                               ii.              Kurang memperhatikan kebutuhan belajar
                                             iii.              Struktur sekolah yang diorganisasi dengan ketat
                                             iv.              Sekolah tersing dari masyarakat.
                                               v.              Sistem perskolahan mahal. Makin tinggi suatu program dan makin lama suatu program, makin tinggi pula biaya yang diperlukan.

                                             vi.              Pemborosan pendidikan. Banyaknya peserta didik yang mengulang dan putus sekolah, mencerminkan  bahwa sistem persekolahan , efesiensi internalnya sangat rendah. Anak-anak terjun kemasyarakat dengan modal pengetahuan yang mentah sehingga nilai fungsionalnya masih sangat rendah.

MAKALAH PENGANTAR SOSIAOLOGI






TUGAS KELOMPOK
PENGANTAR SOSIOLOGI





Oleh :
BAHARUDDIN
1342042001
IRMAWATI SUPIAN
134204





JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014



A.        Pengantar
         Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Kekuasaan senantiasa ada di dalam masyarakat baik yang bersahaja, maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau terpaksa. Apabila kekuasaan dijelma pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan yang mereka yang menerima pengaruhnya adalah pengikut. Beda antara kekuasaan dengan wewenang, kekuasaan ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihal lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedang kan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau pendapat pengakuan dari masyarakat.
      Sebagai suatu proses, baik kekuasaan maupun wewenang merupakan pengaruh yang nyata atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut, lazimnya diadakan pembedaan, sebagai berikut:
1.       Pengaruh bebas yang didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif.
2.       Pengaruh tergantung atau tidak babas menjadi efektif karena ciri tertentu yang dimiliki oleh pihak-pihak lain y6ang berpengaruh. Pada pengaruh jenis pengeruh ini, mungkin terjadi proses-proses, sebagi berikut:
a.       Pihak yang berpengaruh membantu pihak yang dipengaruhi untuk nmencapai tujuannya, atau pihak yang berpengaruh mempunyai kekuatan untuk memaksakan kehendak (kemungkina dengan melancarkan ancaman-ancaman mental atau fisik)
b.       Pihak yang berpengaruh mempunyai ciri-ciri tertentu, yang menyebabkan pihak lain terpengaruh olehnya. Ciri-ciri tersebut adalah antara lain sebagai berikut:
                                                         i.            Kelebihan di dalam dan pengetahuan.
                                                       ii.            Sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman perilaku yang pantas atau perilaku yang diharapkan.
                                                      iii.            Mempunya kekuasaan resmi yang sah.

B.        Hakikat Kekuasaan Dan Sumbernya
        Dalam setiap hubungan antar manusia maupaun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertiankekuasaan dan wewenang.  Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemempuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lainnya. Max Weber mengatakan kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan mempunayai aneka macam bentuk dan bermacam-macam sumber. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah-satu sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana-mana, dalam hubungan sosial maupun didalam organisasi-organisasi sosial. Akan tetapi pada umumnya kekuasaan yang tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan  “ negara “.  Dengan demikian dapatlah di katakan bahwa sifat hakikat kekuasaan dapat terwujud dalam hubungan yang simetris da asimetris. Masing-masing hubungan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
1.       Simetris
2.       assimetris
a)       Hubungan persahabatab
a)       Popularitas
b)       Hubungan sehari-hari
b)       Peniruan
c)       Hubungan yang besifat ambivalen
c)       Mengikuti perintah
d)       Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.
d)       Tunduk pada pemimpin formal dan informal

e)       Tunduk pada seorang ahli

f)        Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya

g)       Hubungan sehari-hari
      Kekuasaan dapat bersumber pada bermacam-macam faktor. Apabila sumber-sumber kekuasaan tersebut dikaitkan dengan kegunaanya, maka dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:

1.       Sumber
2.       Kegunaan
a.       Militer
            Polisi
            Kriminal
a.       Pengendalian kekerasan
b.       Ekonomi
c.       Mengendalikan tanah, buruh, kekayaan material, produksi
d.       Politik
e.       Pengambilan keputusan
f.        Hukum
g.       Mempertahankan, mengubah, melancarkan interaksi
h.       Tradisi
i.         Sistem kepercayaan nilai-nilai
j.         Ideologi
k.       Pandangan hidup
l.         “Diversionary power”
m.     Kepentingan rekreatif



C.       Unsur-Unsur Saluran Kekuasaan Dan Dimensinya
       Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia maupun antar kelompok mempunyai beberaap unsur pokok yaitu:
1.       Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kamauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif, karena seseorang tunduk pada orng lain dalam keadaan terpaksa.
2.       Rasa Cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif. Rasa cinta biasanya mendarah daging dalam diri seseorng atau sekelompok orang. Rasa cinta yang efesien seharusnya dimuali dari pihak penguasa. Apabila ada sesuatu reakssi positif dari masyarakat yang di kuasai maka sistem kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
3.       Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai penmegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A, kalau A akan selalu bertindak dan berlaku baik. Dengan demikian maka setiap keinginana A akan selalu dilaksanakan oleh B.
4.       Pemujaan
Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-orang lain. Akan tetapi di dalam sistem pemujaan, seseorang atau sekelompok orang-orang yang memegang kekuasaan, mempunyai dasar pemujaan dari orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar. Apabila dilihat dalam masyarakat, maka di dalam pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu. Saluran-saluran tersebut banyak sekali, akan tetapi kita hanya akan membatasi diri pada saluran-saluran sebagai berikut:
1)       Saluran militer
Apabila saluran ini yang dipergunakan, maka penguasa akan lebih banyak mempergunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer (militery force) dalam melaksanakan kekuasaannya. Tujuan utamanya adalah untuk menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk  kepada kemauan penguasa atau sekelompok orang-orang yang dianggap sebagai penguasa.
2)       Saluran ekonomi
Dengan menggunakan saluran-saluran di bidang ekonomi, penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat.
3)       Saluran politik
Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat. Caranya adalah, antara lain, dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menaati peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh badan-badan yang berwenang dan yang sah.
4)       Saluran tradisional
Saluran tradisional biasanya merupakan saluran yang paling disukai. Dengan cara menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam sesuatu masyarakat, Maka pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lebih lancar.
5)       Saluran ideologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat, biasanya mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau doktrin-dotrin, yang bertujuan untuk menerangkan dan sekaligus memberi dasar pembenaran bagi pelaksanaan kekuasaanya.
6)       Saluran-saluran lainnya
Saluran-saluran lain disamping yang telah disebutkan di atas, ada pula yang dapat dipergunakan penguasa, misalnya alat-alat komunikasi massa surat kabar, radio, televisi, dan lain-lainnya. Apabila dimensi kekuasaan di telaah, maka ada kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
                                              I.            Kekuasaan yang sah dengan kekerasan
                                            II.            kekuasaan yang sah tanpa kekerasan
                                          III.            kekuasaan yang tidak sah dengan kekerasan
                                          IV.            kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan
D.       Cara-Cara Mempertahankan Kekuasaan
Kekuasaan yang telah dilaksanakan melalui saluaran-saluran sebagaimana diterngkan di atas, memerlukan serangkaian cara atau usaha-usaha untuk mempertahankannya. Cara-cara atau usaha-usaha yang dilakukannya adalah antara lain:
a.       Dengan jalan menghilang segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa.
b.       Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belief-systems) yang akan dapat memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya.
c.       Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yagn baik.
d.       Mengadakan konsilidasi horizontal dan vertikal.
Pada penguasa biasanya mempunyai keahlian di bidang-bidang tertentu, misalnya bidang politik, ekonomi, militer, dan selanjutnya. Kekuasaan yang dipegang oleh seorang ahli politik, hanya mencakup bidang politik saja. Dengan demikian, penguasa mempunyai beberapa cara untuk memperkuat kedudukannya (yang khusus), antara lain:
a.       Dengan menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu. Cara ini pada umumnya dilakukan dengan damai atau persuasif.
b.       Dengan jalan menguasai bidang-bidang kehidupan masyarakat dengan paksa atau kekerasan.
E.        Beberapa Bentuk Lapisan Kekuasaan
Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini yang beraneka macam dengan masing-masing polanya. Menurut Maclver ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu:
a.       Tipe pertama (tipe kata) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku.
b.       Tipe kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada warga untuk meperoleh keuasaan-kekuasaan tertentu. Bedanya dengan tipe yang pertama adalah, walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih didasarkan pada kelahiran ascribed status tetapi individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
c.       Tipe ketiga (tipe demokratis) menunjukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mibil sekali. Kelahiran tidak menentukan seseornag, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang juga faktor keberuntungan.
F.        Wewenang
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, maka wewenang juga dapat dijumpai dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu tangan.dengan wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Apabila orang membicarakan tenteng wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorng atau sekelompok orang. Tekanannya pada hak, dan bukan pada   kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, maka kekuasaan tanpa wewenang, merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Perkembangan suatu wewenang terletak pada suatu arah serta tujuannya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang dididam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
1.       Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Pebedaan antara wewenang kharismatis, tradional, dan rasional (legal) dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku.
            Pra-industrial

Indutrial
Pruna indutrial
a.       Sumber
Tanah
Indutri/pabrik
Pengetahuan
b.       Pusat sosial
Pertanian, perkebunan
Business/perusahaan
Universitas, pusat penelitian
c.       Tokoh dominan
Pemilik tanah, kalangan militer
Kalangan business
Ilmuwan, peneliti
d.       Sarana berkuasa
Penguasaan kekuatan
Pengaruh tak langsung terhadap politik
Keseimbangan kekuatan politik, ilmiah, hak asasi
e.       Basis kelas
Harta, kekuatan, militer
Harta, organisasi, politik, keterampilan teknis
Keterampilan teknis, organisasi, politik
f.        cara
Kewarisan, konviskasi
Kewrisan, magang, pendidikan
Pendidikan, mobilisasi

    Didalam membicarakan ketiga bentuk wewenang tadi Max Weber memperhatikan sifat dasar wewenang tersebut, karena itulah yang menentukan kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang tersebut.
    Wewenang kharismatis, merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus(whyu, pulung) yang ada pada diri seseorang.
    Wewenang tradisional dapat dipunyai oleh seseorang maupun sekolompok orang. Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Ciri-ciri utama wewenang tradisional adalah:
a.       adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang-orang lainnya dalam masyarakat.
b.       Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi.
c.       Selama tak ada pertentengan dengan ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang tak dapat bertindak secara jelas.
    Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarakan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hukum di sini dipahamkan sebagai kaidah-kaidahyang telah diakui serta di taati masyarakat, bahkan yang telah diperkuat oleh negara.
2.       Wewenang resmi dan tak resmi
   Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar4 peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi kelancaran suatu perusahaan besar, misalnya kadangkala prosesnya didasarkan pada kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi. Contohnya dapat dilihat pada seorang sekretaris direktur. Ia punya wewenang resmi yang tidak besar.
3.       Wewenang pribadi dan teritorial
    Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota kelompok, dan di sini unsur kebersamaan sangat memegang peranan. Pada wewenang teritoriall, wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting. Pada kelompok-kelompok teritorial unsur kebersamaan cenderung berkurang, karena desakan faktor-faktor individualisme.
4.       Wewenang terbatas dan menyeluruh
Suatu dimensi lain dari wewenang adalah pembedaan antara wewenang terbatas dengan menyeluruh. Apabila dibicarakan tentang wewenang terbatas, maka maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sektor atau bidang kehidupan. Akan tetapi hanya terbatas pada salah satu sektor atau bidang saja. Misalnya, seorang jaksa diindonesia, mempunyai wewenang untuk atas nama negara dan mewakili masyarakat menuntut seorang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana. Namun jaksa tidak berwenang untuk mengadilinya. Suatu wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Suatu contoh adalah, misalnya, bahwa setiap negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
5.         Kepemimpinan
1.       Umum
    Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain yaitu (yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya). Sehingga orang lain tersebut bertingkah-laku sebagai mana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara kepemimpinan sebagai kedudukan atau kepemimpinan sebagai suatu proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu badan yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.
     Kepemimpinan ada yang bersifat resmi ( formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Ada pula kepemimpinan karena pengakuan masayarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan. Suatu perbedaan yang mencolok antara kepemimpinan yang resmi dengan yang tidak resmi (informal leadership) adalah kepemimpinan yang resmi di dalam pelaksanaan selalu harus berada di atas landasan-landasan atau peraturan-peraturan resmi.
2.       Perkembangan kepemimpinan dan sifat-sifat seorang pemimpin
     Kepemimpinan merupakanhasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok sosial, seseroang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif dari pada rekan-rekannya, sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol dari lain-lainnya. Itulah asal mula timbulnya kepemimpinan, yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam struktur sosial yang kurang stabil.
    Munculnya seorang pemimpin merupakan hasil daris uatu proses dinamis yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Apabila pada saat muncul pemimpin, maka kemungkinan besar kelompok-kelompok tersebut akan mengalami suatu disintegrasi. Tidak munculnya pemimpin tadi adalah mungkin karena seseronag individu yang diharapkan akan menjadi pemimpin, ternyata tidak berhasil membuka jalan bagi kelompok untuk mencapai tujuannya dan dengan begitu kebutuhan warga tidak terpenuhi.
3.       Kepemimpinan menurut ajaran tradisional
    Kepemimpinan tradisional seperti misalnya di jawa, menggambarkan tugas seorang pemimpin melalui pepetah sebagai berikut:
        Ing ngarsa asang tulada
        Ing madya mangun karsa
        Tut wuri handayani
   Pepatah tersebut sering di pergunakan oleh almarhum Ki Hajar Dewantara, yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia kurang lebih adalahsebagai berikut:
Di muka bumi memberi tauladan
Di tengah-tengah membangun semangat
Dari belakang memberi pengaruh
    Seorang pemimpin di muka, harus memiliki idealisme kuat, serta dia dapat menjelaskan cita-citanya kepada masyarakat dengan cara-cara sejelas mungkin.
    Seorang pemimpin di tengah-tengah, mengikuti kehendak yang dibentuk masyarakat. Ia selalu mengamati jalannya masyarakat, serta dapat merasakan suka-dukanya.
    Pemimpin dibelakang di harapkan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan masyarakat. Dia berkewajiban untuk menjaga agar perkembangan masyarakat tidak menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang pada suatu masa di hargai oleh masyarakat. Sendi-sendi kepemimpinannya adalah keutuhan dan harmoni.
4.       Sandaran-sandaran kepemimpinan dan kepemimpinan yang dianggap efektif
   Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat hubungannya dengan susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat yang agraris dimana belum ada spesialisasi, biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang kehidupan masyarakat.
    Kekeuatan kepemimpinan juga di tentukan oleh suatu lapangan kehidupan masyarakat yang pada saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat yang di sebut cultural focus.
    Setiap kepemimpinan yang efektif harus memperhitungkan social basic apabila tidak menghendaki timbulnya ketegangan-ketegangan atau setidak-tidaknya terhindar dari pemerintahan boneka belaka.
    Kepemimipina di dalam masyarakat-masyarakathukum adat yang tradisional dan homogen, perlu diseseuaikan dengan susunan masyarakat tersebut yang masih tegas-tegas memperlihatkan ciri-ciri pengayuban.
5.       Tugas dan Metode
Secara sosialogis, tugas-tugas pokok seorng pemimpin adalah
a.       Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi pengikut-pengikutnya.
b.       Mengawasi, mengendalikan serta meyalurkan perilaku warga masyarakat yang di pimpinnya.
c.       Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang di pimpin.
Suatu kepemimpinan (leadership) dapat dilaksanakan atau diterapkan dengan berbagi cara (metode). Cara-cara tersebut lazimnya dikelompokkan kedalam kategori-kategori, sebagai berikut:
a.       Cara-cara otoriter, yang ciri-ciri pokoknya adalah sebagi berikut:
1.       Pemimpin menetukan segala kegiatan kelompok secara sepihak
2.       Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
3.       Pemimpin terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam prosesinteraksi da dalam kelompok tersebut.
b.       Cara-cara demokratis dengan ciri-ciri umum sebagai berikut:
1.       Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau anggota kelompok untuk ikut serta dalam merumuskan tujuan-tujuan yang harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
2.       Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk
3.       Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun pengikut-pengikut
4.       Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
c.       Cara-cara bebas dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut:
1.       Pemimpin menjalankan peranannya secara pasif.
2.       Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan kepada kelompok.
3.       Pemimpin hanya menyediakan sarana yang diperlukan kelompok.

4.       Pemimpin berada di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan sebagai penonton.baharbtp