BIDANG : PENDIDIKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
Pada
hakekatnya pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia yaitu belajar
berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan kemampuan
mengembangkan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya yaitu sebagai sarana
berpikir atau bernalar. Di lembaga pendidikan yang bersifat adanya alternatif
pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana peserta didik belajar menemukan
sendiri informasi, menghubungkan topik yang sudah dipelajari dan yang akan
dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat berinteraksi multi arah
baik bersama guru maupun selama peserta didik dalam suasana yang menyenangkan
dan bersahabat. Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagaimana yang
disarankan para ahli pendidikan adalah pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan.
Melalui
pembelajaran ini peserta didik bersama kelompok secara gotong royong maksudnya
setiap anggota kelompok saling membantu antara teman yang satu dengan teman
yang lain dalam kelompok tersebut sehingga di dalam kerja sama tersebut yang
cepat harus membantu yang lemah, oleh karena itu setiap anggota kelompok
penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok.
Kegagalan
individu adalah kegagalan kelompok dan sebaliknya keberhasilan peserta didik
individual adalah keberhasilan kelompok. Sedangkan bercerita berpasangan
merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif. Yang membedakan tipe
bercerita berpasangan dengan lainnya adalah dalam tipe ini guru memperhatikan skemata
atau latar belakang pengalaman peserta didik dan membantu peserta didik
mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam
kegiatan ini, peserta didik dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir
dan berimajinasi.
“Model Bercerita Berpasangan”
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1.Bagaimana
proses belajar mengajar mata pelajaran berbahasa Indonesia dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di TK Tanetea?
C. Landasan Teori
Pembelajaran kooperatif merupakan sistem
pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk bekerja sama dengan
tugas-tugas terstruktur (Lie, 1999:12). Kegagalan individu adalah kegagalan
kelompok dan sebaliknya keberhasilan peserta didik individual adalah
keberhasilan kelompok. Model pemebelajaran kooperatif model bercerita adalah sebuah model belajar
kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk
kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran
kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif
dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai
dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing
ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran ini siswa memiliki
banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang
didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok
bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi
yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
BAB II
RANCANGAN MODEL PROSES PENERIMAAN
INOVASI
|
|||||||
|
|||||||
A. Pengetahuan
Pengetahuan peserta didik pada awalnya kurang memahami makna dan arti dalam
berbahasa Indonesia yang baik. Sehingga model pembelajaran berbahasa Indonesia
ini baik di terapkan di PAUD. Pengetahuanjuga dapa berupa informasi yang telah
di kombinasikan dengan pemahaman dan potensi yang bisa menindaki.
B. Persuasif
Tahap-tahap
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain : Pengajar
membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
Sebelum
bahan pelajaran diberika, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang
akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan
topik di papan tulis dan menanyakan apa yang peserta didik ketahui mengenai
topik tersebut. Kegiatan brainstroming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan
skemata peserta didik agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.
Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang
benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam
mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
Peserta
didik dipasangkan. Bagian pertama
bahan diberikan kepada peserta didik yang pertama. Sedangkan peserta didik yang
kedua menerima bagian yang kedua. Kemudian
peserta didik disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing. Sambil membaca/mendengarkan, peserta
didik saling disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata/fras kunci yang ada
dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang
teks bacaan.
Setelah
selesai membaca, peserta didik saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan
pasangan masing-masing. Sambil
mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri,
masing-masing peserta didik berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum
dibaca/didengarkan (atau yang sudah dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan
kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Peserta didik yang telah
membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang
terjadi selanjutnya. Sedangkan peserta didik yang membaca/mendengarkan bagian
yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
Versi
karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan sebenarnya. Tujuan kegiatan
ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan
partisipasi peserta didik dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis,
beberapa peserta didik bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan
mereka.
Pengajar
membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing peserta didik.
Peserta didik membaca bagian tersebut. Kegiatan
ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu.
Dikusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
C. Keputusan
Dalam
mengambil keputusan guru harus menentukan prosedur yang akan digunakan seperti Menurut
Savage (1996:222) dalam pembelajaran kooperatif diperlukan keputusan dari guru
untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Menentukan topik yang akan digunakan dalam kelompok
2.
Membuat keputusan tentang ukuran dan komposisi kelompok
3.
Menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
4.
Memantau kerja peserta didik dalam kelompok
5.
Memberikan saran penyelesaian masalah yang cocok
6.
Evaluasi serta memberikan saran-saran
Dalam
Model pembelajaran kooperatif peserta didik juga bisa belajar dari sesama
teman. Guru lebih berperan sebagai fasilitator. Ruang kelas juga perlu ditata
sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Keputusan guru
dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang
kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:
a.Ukuran
ruang kelas
b.Jumlah
peserta didik
c.Tingkat
kedewasaan peserta didik
d.Toleransi
guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalang peserta didik
e.Toleransi
masing-masing peserta didik terhadap kegaduhan dan lalu lalang peserta didik
D. Konfirmasi
Model ini
diterima, karena pihak lembaga setuju dengan model yg ditawarkan sehingga
perancang model akan dipanggil kembali sesuai dengan waktu kesepakatan.
BAB III
DESAIN MODEL PEMBELAJARAN
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|||||||||||||||
BAB IV
HASIL UJI COBA
Dari hasil uji
coba ini, kemampuan peserta didik dalam menggunakan bahasa Indonesia telah
meningkat. Peserta didik telah mampu mengucapkan dan memahami beberapa bahasa
Indonesia yang baik.
Berdasasarkan hasil anilisis ditemukan bahwa pada tindakan
pertama upaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam membaca belum
mencapai target karena nilai rata-rata kurang (6,83), artinya haya 20 orang
yang nilainya di atas batas lulus, masih 13 orang yang berada di bawah batas
lulus. Temuan yang menghambat pencapaian target yaitu, 1) dalam perencanaan
pada tujuan pembelajaran khususnya perlu direncanakan cara membaca. 2) dalam
pelaksanaan perlu intensitas bimbingan yang tinggi dari guru dalam kegiatan
membaca gambar dengan cara mengangkat bagian dari lingkungan terdekat.
Pada
tindakan kedua kemampuan peserta didik dalam membaca rata-rata meningkat yaitu
cukup (7,33), artinya ada 24 orang yang nilai nya di atas batas lulus, masih
ada 6 orang yang berada dibawah batas lulus. Dibandingkan pada tindakan
pertama. Temuan menunjukan dalam pelaksanaan tindakan guru atau praktisi kurang
itensif dalam membimbing peserta didik. Pada tindakan ketiga kemampuan peserta
didik dalam membaca permulaan mencapai target, karena hasilnya rata-rata baik
(7,43), hanya ada 1 orang yang nilainnya berada di bawah batas lulus.
Berdasarkan
perolehan hasil belajar peserta didik pada tiap-tiap tindakan menunjukan Model
pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar