Arti el
PERUBAHAN SOSIAL
Oleh :
BAHARUDDIN
1342042001
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
PERUBAHAN
SOSIAL
ABSTRAK
Proses perubahan sosial terdiri
dari tiga tahap berurutan
: (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan,
(2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam
Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan- perubahan yang terjadi
dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan sosial dapat
diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu
masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya
mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang
terdiri dari kelompok-kelompok sosial
KATA KUNCI : Perubahan, Sosial
ABSTRACT
The process of changing social
consisting of three successive stages: ( 1 ) invention the process in which new
ideas created and developed , ( 2 ) diffusion of , is process in mans new ideas
that communicated into the system social , and ( 3 ) harm namely the
changes that took place in the system social as a result adopting or refusal
innovation .Social changes can be defined as all changes in social institutions
in a society .Changes in social institutions that next have its impacts to
social systems , belong values , patterns of behavior or attitudes in society
that which consists of social groups
KEYWORD : Change,
Social
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
William F. Ogburn dalam
Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial.
Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang
material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan
sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari
perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya
(Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya
perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957),
berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang
tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup
semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial
masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan
perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis
perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan
bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut
dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah
sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar
sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul
karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara
simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil
definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat
istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat,
maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur
tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan
suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu
masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Untuk mempelajari
perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya
perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan
masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi
memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu
masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor
penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain bertambah atau
berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat,
terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar
masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian pada
latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan dalam
dalam masyarakat akibat perubahan sosial tersebut.
PEMBAHASAN
Perubahan sosial dapat
diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu
masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya
mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang
terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
Masih banyak
faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun
mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan
lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen,
tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan
melanggar tetapi yang lambat laun menjadi norma-norma, bahkan
peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal.
Perubahan itu dapat
mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai
sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur,
organisasi, lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat, relasi-relasi sosial,
sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada pandangan yang
menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons ataupun jawaban
dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1.
Faktor alam
2.
Faktor teknologi
3.
Faktor kebudayaan
Kalau ada perubahan
daripada salah satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua diantaranya, atau
bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yang
dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan
sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau
masyarakat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami
perubahan yang menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat.
Dengan demikian masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam.
Praktis tak ada hubungan langsung antara kedua perubahan tersebut. Tetapi kalau
faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat
nyata. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah
dan memerlukan pola relasi ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam
masyarakat modern, faktor teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun
relasi sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah
pasti sangat menentukan dalam perubahan sosial itu.
A.
Proses Perubahan Sosial
Proses
perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses
di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di
mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3)
konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai
akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan
atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial
adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa
pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan
proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah
invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide
baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan
audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini karena ia
tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai.
Tahap terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi,
ini menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang
memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga
terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor
pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem
masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen serta masyarakat yang
berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat
yang tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat
yang berlaku.
Perubahan
sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat,
perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada
masyarakat yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan
teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari
perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial,
teknologi serta cultural.
B.
Penyebab Perubahan
Sosial
1.
Dari Dalam Masyarakat
Mobilitas Penduduk. Mobilitas penduduk ini
meliputi bukan hanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau sebaiiknya,
tetapi juga bertambah dan berkurangnya penduduk
a. Penemuan-penemuan
baru (inovasi). Adanya
penemuan teknologi baru, misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun
pisang dan biting (lidi) dapat diperdagangkan secara besar-besaran maka
sekarang tidak lagi.
b. Suatu
proses sosial perubahan yang terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama sering disebut dengan inovasi atau innovation.
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat
dibedakan dalam pengertian-pengertian Discovery dan Invention
c. Discovery adalah
penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa alat ataupun gagasan yang diciptakan
oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu.
d. Discovery
baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui dan
menerapkan penemuan baru itu.
e. Pertentangan
masyarakat. Pertentangan
dapat terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan
kelompok.
f. Terjadinya
Pemberontakan atau Revolusi. Pemberontakan
dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru. Munculah
perubahan yang sangat besar pada Negara dimana sistem pemerintahan yang militerisme
berubah menjadi demokrasi pada jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara
birokrat dan rakyat menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan pemimpin
berubah sebagai abdi masyarakat).
2. Dari
Luar Masyarakat
a. Peperangan. Negara yang menang
dalam peperangan pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya
b. Lingkungan. Terjadinya banjir,
gunung meletus, gempa bumi, dll yang mengakibatkan penduduk di wilayah tersebut
harus pindah ke wilayah lain. Jika wilayah baru keadaan alamnya tidak sama
dengan wilayah asal mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan
di wilayah yang baru guna kelangsungan kehidupannya.
c. Kebudayaan
Lain. Masuknya kebudayaan
Barat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.
C.
Faktor-faktor Pendorong
dan Penghambat Perubahan Sosial
1.
Faktor-faktor Pendorong
a.
Intensitas
hubungan/kontak dengan kebudayaan lain
b.
Tingkat Pendidikan yang
maju
c.
Sikap terbuka dari
masyarakat
d.
Sikap ingin berkembang
dan maju dari masyarakat
2.
Faktor-faktor Penghambat
a. Kurangnya
hubungan dengan masyarakat luar
b. Perkembangan
pendidikan yang lambat
c. Sikap
yang kuat dari masyarakat terhadap tradisi yang dimiliki
d. Rasa
takut dari masyarakat jika terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
e. Cenderung
menolak terhadap hal-hal baru
D.
Dampak Akibat Perubahan
Sosial
Arah perubahan meliputi
beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya
meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti
ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu
bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3)
suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang
telah eksisatau ada pada masa lampau.
Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses
modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi,
pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri,
mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam memantapkan
orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan
pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1)
suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai
karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas
kerja itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan
dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu
pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang
rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu
adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka
menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau
sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain
(individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik
dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas
dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan
kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang
membutuhkannya.
Modernisasi,
menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan
nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi
universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan
nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity
(modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek
ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal,
itulah spesifikasi nilaiatau values. Sedangkan yang
lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi,
yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui
proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi
sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend
on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya
keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi
nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya
manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk
kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan
menganutnilai atau value ini. Namun, pakaian model
apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang
disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang
dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan
lebih cenderung beraneka ragam.
Spesifikasi norma-norma
dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut,
(1) ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai
penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau
tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan
pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses
modernisasi, (3) ada pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi
dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan
nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi
masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang tergolong modern
(maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep
modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada
seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan
masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi
menunjukkan suatu perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk
perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik,
pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial
tertentu.
Modernisasi suatu
kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang
berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar
dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global
pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau
masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan
kehidupan manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia)
tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongansemata,
tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara
signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya.
Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk
mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau
sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat
mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang
senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber
daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini,
memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing,
namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit
daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap
menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status
sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang
bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya
bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland
(Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai
budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang
mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa harus suatu
masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti
orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru,
diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala
persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang
telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk
masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi,
politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan
Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini,
seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa
orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian
nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.
Proses modernisasi
sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban
community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti
halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi
pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan
pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek
mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah
perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi
penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi
pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan
memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang
disebut urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya
menjadi salah satu sumber permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya
penataan ruang dan kehidupan masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang
ini masalah perkotaan ini masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan
kompleks.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada
pembahasan maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1.
Perubahan sosial dapat
diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu
masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya
mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang
terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
2.
Proses perubahan sosial
terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide
baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses dimana ide-ide baru
itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi.
3.
Perubahan sosial selalu
menimbulkan perubahan dalam masyarakat, salah satunya adalah globalisasi yang
menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negative dari sisi positif
misalnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati
seluruh kelompok sosial masyarakat.
B.
Saran
Perubahan sosial dalam
masyarakat tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, olehnya itu kita sebagai
bagian dari kelompok sosial harus berusaha mengendalikan perubahan itu ke arah
yang positif agar budaya yang terbentuk dari perubahan sosial dapat memberikan
manfaat bagi kelangsungan hidup manusia yang makmur dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Aris
Tanudirjo, Daud. 1993. Sejarah Perkembangan Budaya di Dunia dan di
Indonesia. Yogyakarta:Widya Utama
Gumgum Gumilar, 2001. Teori Perubahan
Sosial. Unikom. Yogyakarta.
Soekmono, R.tt. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:Kanisius
Suyanto,
2002. Merefleksikan Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Kompas,
17 Desember 2002, hal. 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar