Konsep Dasar dan Sejarah PLS
PLS bukan barang baru dalam peradaban
manusia, karena kehadirannya jauh lebih tua dibandingkan dengan pendidikan
sekolah atau formal. PLS memiliki azas yaitu ” LIFE LONG EDUCATION” yang
artinya Bahwa sistem PLS telah digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik
dinegara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Konsep PLS muncul atas
dasar hasil pengamatan manusia dan pengalaman, kemudian di bentuk sehingga
nampak perbedaan ciri antara PLS dan Pendidikan Sekolah. Salah seorang pakar
atau ahli mengatakan Phillips H Combs, PLS adalah setiap kegiatan pendidikan
yang terorganisasi, diselenggarakan diluar sistem pendidikan sekolah untuk memberi
pelayanan kepada sasaran didik dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa PLS adalah setiap usaha sadar dan
terorganisasi diluar kegiatan pendidikan persekolahan yang isi kegiatannya
berkenaan dengan peninggkatan keterampilan, perluasan wawasan dan kesejahteraan
keluarga dengan melalui berbagai pendidikan seperti, Pendidikan masyarakat,
Pembinaan Generasi Muda, Pemberdayaan Perempuan. Selain itu PLS juga memiliki
berbagai fungsi yaitu,
1. Sebagai kekuatan untuk meotivasi peserta
didik melakukan kegiatan belajar berdasarkan dorongan dari dirinya sendiri,
tumbuhnya kesadaran, minat dan semangat untuk belajar secara berkesinambungan
atau belajar sepangjang hayat.
2. Untuk memperoleh, memperbaharui dan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan aspirasi yang telah dimiliki
akibat terjadinya perubahan.
3. PLS sebagai wadah untuk membelajarkan
masyarakat agar tiap individu mampu
mengembangkan potensi dirinya, sehingga terwujud masyarakat gemar
belajar
4. PLS merupaka prasyarat bagi perkembangan
kehidupan manusia, agar manusia melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya
5. Pendidikan hanya berakhir bila manusia
telah eninggal dunia
6. PLS membelajarkan masyarakat, kapan saja
dan dimana saja agar warga masyarakat mampu memelihara dan mamanfaatkan nilai
baru yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.
Selain fungsi PLS juga memiliki tujuan
yaitu,
1. Kesejahteraan hidup dengan penekanan pada
pertumbuhan, pemeliharaan, dan perawatan kesehatan pribadi, keluarga dan
lingkungan.
2. Transmisi kebudayaan yang penekanannya
pada aspek pengetahuan, sikap, keterampilan bekerja, berkomunikasi,
berorganisasi dan bermasyrakat.
3. Sikap maju dan dinamis yang diarahkan
pada kreatifitas dalam pemecahan masalah praktis untuk memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Populasi
dan sasaran PLS dapat ditinjau atas:
1. Berdasarkan usia
- Usia prasekolah (0-6 tahun atau usia TK). Upaya pelayana pendidikan pada usia ini antara lain: play group, taman penititpan anak, atau bentuk lain sederajtnya.
- Usia pendidkan dasar (7-15 tahun atau usia SD-SMP). Masih terdapat 3,00 % anak usia 7-15 tahun yang tidak dapat tertampung pada pendidikan fomal sehingga sasaran kelompok usia ini dapat dilayani melalui program-program PLS.
- Usia pendidikan menengah (16-18 tahun atau usia SMA/SMK/MA). Tidak semua kelompok usia ini dapat menikmati pendidikan dan tidak selalu pendidikan sekolah dirancang untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja.
- Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun usia perguruan tinggi), Gogolngan usia ini berada diluar sekolah, jauh lebih besar dari erka yang berada dalam perguruan tinggi dan umunya mereka belum bekerja. Untuk mempersiapkan mereka menjadi tenaga kerja yang produktif, maka diperlukan layanan program PLS.
- . Usia 25 tahun keatas, Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, senantiasa memerlukan penyesuaian-penyesuaian, mereka yang telah bekerja dan memerlukan penyesuaian, dapat dilakukan melalui pelayanan program-program PLS.
2. Berdasarkan jenis kalamin
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin
wanita atau perempuan lebih banyak dari pria atau laki-laki dan partisipasi
wanita terhitung masih rendah dalam peningkatan produksi atau dalam pendidikan
sosial ekonomi yang dilaksanakan bersama pria. Program PLS sangat berperan
dalam kegiatan program PKK, KB termasuk pengetahuan merawat bayi, pemeliharaan
kesehatan fisik, dan gizi.
3. Berdasakan lingkungan hidup
a)
Masayarakat
pedesaan
Untuk
mencegah terjadinya urbanisasi, program PLS harus dirancang agar mampu
meningkatkan keterampilan masyarakat guna memanfaatkan dan mendayagunakan
potensi lingkungan untuk membangun desanya.
b)
Masayarakat
perkotaan
Munculnya
lapangan kerja baru sebagai akibat perkembgangan teknologi, membutuhkan tenaga
kerja yang memilki pengetahuan baru dan keterampialn baru. Untuk merekrut
tenaga kerja yang memenuhi persyaratan dalam waktu yang relatif singkat,
diperlukan latihan-latihan melalui jasa pelayanan PLS.
c)
Masayarakat
daerah terpencil
Tingkat
pendidikan dan kebudayaan mereka jauh tertinggal dibandingkan masyarakat yang
berdiam didaerah arus lalu lintas budaya. Agar mereka ikut serta berperan dalam
pembangunan, diperlukan jasa pelayanan PLS.
d)
Berdasarkan
kekhususan
I.
Warga
masyarakat yang disebabkan oleh sesuatu hal seperti anak terlantar, yatim
piatu.
II.
Warga
masyarakat yang mengalami penyimpangan sosial dan emosional seperti anak nakal,
WTS, korban narkotika.
III.
Warga
masyarakat yang mengalami kecacatan, misalnya; tuna netra, tuna daksa, tuna
runngu, tuna mental.
IV.
Warga
masyarakat yang kerena berbagai sebab (sosial, ekonomi, geografis) tidak dapat
mengikuti program pendidikan sekolah.
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAL LUAR
SEKOLAH
·
ASAL
USUL PLS
Kelahiran pendidikan luar sekolah
dipengaruhi oleh:
I.
Pendidikan
dalam keluarga
Dalam
kehidupan kaluarga terjadi interaksi antar anggota keluarga melalui asuhan dan
bimbingan. Kegiatan inilah yang menjadi akar tumbuhnya perbuatan mendidik.
Keluaga-keluarga
ini membentuk pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal atau keturunan
mereka.
Kelompok-kelompok
mengadopsi pola-pola transmisi yang dilakukan kedalam kehidupan kelompok
misalnya: keterampialn bercocok tanam, pandai besi yang diperoleh anak-anaknya
melalui kegiatan belajar sambil bekerja.
Kegiatan
belajar yang asli (indigenous) yang
merupakan pendidikan tradisional, yang kemudian menjadi akar pertumbuhan PLS.
Inilah awal kehadiran PLS, tumbuh dari tradisi yang dianut oleh masyarakat.
II.
Pengaruh
tradisi masyarakat
III.
Pengaruh
agama
·
Faktor
pendukung perkembangan PLS
·
Para
praktisi masyarakat
Hal ini
ditandai dengan keterlibatan warga masyarakat yang secara sukarelawan melakukan
kegiatan pendidikan dalam upaya membantu masyarakat seperti dalam bidang
kesehatan, bidang ekonomi, kesenian, olah raga, keterampilan produktif.
·
Para
kritikus tentang kelemahan pendidikan sekolah
1)
kelemahan
pendidikan sekolah ditandai dengan berkembangnya kritik-kritik terhadap
pendidikan sekolah yang dianggap kurang berhasil memecahkan masalah-masalah
pendidikan
2)
banyaknya
tamatan sekoalah menjadi pengangguran atau tidak bekerja karena pengetahuan
yang dimilikinya tidak dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah karena kurang
relevan dengan kebutuhan hidup, kurang mengandung nilai praktis dan fungsional
3)
segi
integritas pendidikan (Michiya Shimbory) menanggapi sistem pendidikan bahwa
pendidikan hanya mengutamakan sertifikat formal. Makna pendidikan yang
sebenarnya terabaikan sementara fungsi simbolik dilebih-lebihkan. Orang tua
tidak mengetahui isi pendidikan. Pendidikan sekolah adalah desintegrasi dari
hidup itu sendiri.
4)
Keterbatasan
sekolah adalah terbatas dalam hal Waktu, Ruangan, Fleksibilitas dan Isi
·
Kelemahan-kelemahan
pendidikan sekolah
i.
Kecenderungan
menyeleksi
ii.
Kurang
memperhatikan kebutuhan belajar
iii.
Struktur
sekolah yang diorganisasi dengan ketat
iv.
Sekolah
tersing dari masyarakat.
v.
Sistem
perskolahan mahal. Makin tinggi suatu program dan makin lama suatu program,
makin tinggi pula biaya yang diperlukan.
vi.
Pemborosan
pendidikan. Banyaknya peserta didik yang mengulang dan putus sekolah,
mencerminkan bahwa sistem persekolahan ,
efesiensi internalnya sangat rendah. Anak-anak terjun kemasyarakat dengan modal
pengetahuan yang mentah sehingga nilai fungsionalnya masih sangat rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar